Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar
kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap
sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi
sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat
negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
TEORI-TEORI KONFLIK
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu
sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang Primodialisme,
kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan
ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
Definisi
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431)
mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan,
dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang,
dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di
dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus
dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini
disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat
minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut
tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
§ meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup)
yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
§ keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
§ perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa
dendam, benci, saling curiga dll.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik