Pokok-pokok
pikiran dalam RUU ITE
Kemajuan spektakuler di bidang teknologi komputer
berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi yang menjadi pilar
utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi informasi selalu
menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang perlu dpelajari
agar bisa menjawab tantangan baru yang selalu muncul dalam kurun waktu yang
sangat cepat. Hukum lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk menjamin
adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum
perdagangan internasional yang berbasis teknologi informasi, setiap transaksi
elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru
yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11 tahun 2008.
Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE), terdapat dalam pasal-pasal di bawah ini :
-Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
-Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
-Pasal 12 Catatan Elektronik
-Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik
TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam pasal-pasal
berikut ini:
-Pasal 14 Pembentukan Kontrak
-Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
-Pasal 16 Syarat Transaksi
-Pasal 17 Kesalahan Transkasi
-Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
-Pasal 19 Waktu dan lokasi
pengiriman dan penerimaan pesan
-Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
-Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Dari Pasal–pasal diatas, semua adalah yang mencakup di
dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala
aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui
Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak,
menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya
kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn
teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk
kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi
informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan
tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia
maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data
perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi
informasi dan kumunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan
transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah indonesia menggesahkan UU
ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi
informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang
selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat
harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan
menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan
untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu
sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat
potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting
sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif
mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat
beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana
mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia; penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode
penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat
berjalan dengan efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi
bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat
peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal
Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara
yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan
Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang
lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului
Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat
menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian
kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia
dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan
hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia
maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari
negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab
situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu
kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki
cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini,
negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang
dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan
lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking,
virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan
langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan,
tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang
menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak
lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin
menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara
masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan
Elektronik
Penyampaian pendapat dalam dunia maya
Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik,
demi keterjaminan hak.
Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal
27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan
pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau
sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya,
bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan
dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si
penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai
27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi,
open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka
kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini
tentunya mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap
Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani
Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk
hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis
dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan
diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun
kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan internet
sehat lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan
porno dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU
ITE ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang
pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara
keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/
transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi
elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang
paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda
tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi
seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful
interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam
Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum
harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau
internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak
kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.
http://muhammadabcdefahrizal.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite_29.html
http://ruwana.blogspot.com/2012/04/pokok-pikiran-dalam-ruu-informasi.html